Agak
sulit untuk menetapkan makna kata Tobelo. Tetapi, orang berpendapat
bahwa kata Tobelo berasal dari dua suku kata, yaitu to yang berarti
orang, dan belo yang berarti sepotong kayu yang ditancapkan ke pasir
(atau dijangkarkan).
Sebuah cerita kuno mengatakan bahwa penduduk Halmahera adalah
pendatang-pendatang yang ketika tiba di pelabuhan tempat tujuan, diseru
oleh pemimpin mereka: “Perahu harus dibelo, supaya tidak hanyut oleh
arus atau dibawa ombak!” Oleh sebab itu Tobelo berarti orang-orang yang
menghendaki perahu mereka tidak terbawa arus atau ombak. Ngotiri ni ya
belo, tanam belo supaya perahu diam (tidak terambing-ambing oleh ombak).
Menurut cerita orang-orang Galela, orang-orang ini dulunya amat
menguasai kawasan Bacan. Lalu Sultan Bacan mengembalikan mereka ke
Halmahera. Mereka dicarikan belo untuk perahu-perahu mereka, dan dari
peristiwa ini muncul kata tobelo yang berarti sepotong kayu untuk
membelo atau menjangkar perahu mereka setibanya perahu di tempat
pemukiman baru mereka.
Menurut cerita lain, Tobelo berasal dari tambelo, sejenis rayap laut
yang memakan papan perahu atau belo yang ditanamkan untuk perahu mereka
agar tidak oleng dan berdiam di tempat.
Pemukiman pertama orang-orang Tobelo adalah sekitar Talaga Lina (Telaga
Lina), kemudian dari pemukiman itu mereka berpencar dan mengambil tempat
kediaman di tempat-tempat yang tidak jauh dari pantai.
Sub-klan pertama yang keluar dari Talaga Lina adalah orang-orang Boenge, kemudian menyusul sub-sub suku lain.
Pada abad ke-17, orang-orang Tobelo dalam jumlah 150 atau 200 orang
telah menetap pada beberapa teluk yang kini kita kenal sebagai tempat
pemukiman orang-orang Tobelo. Orang-orang tersebut merupakan suku yang
kini kita kenal sebagai orang-orang Tobelo. Mereka dikenal juga sebagai o
Tobelo hoka atau anggota masyarakat Tobelo. Orang-orang Tobelo adalah
sebuah suku yang dalam kehidupan kesehariannya amat sering berpergian
(nomaden) sehingga mereka tidak hanya menetap di Tobelo tetapi juga di
Kao, Morotai dan Bacan, serta tersebar di seluruh Halmahera dan Seram.
Orang-orang Tobelo yang berdiam di dalam wilayah kecamatan Tobelo
terbagi ke dalam empat sub-suku, yang disebut o hoana. Dati kata inilah
menjelam kata soa pada suku-suku lain di seluruh Halmahera. Suku-suku
lain dari orang-orang Tobelo adalah: o Lina, o Huboto, o Mamulati dan o
Gura. Pada soa terakhir ini yaitu o Gura, dan suku-suku lain tersebut
bergabung dan bernaung di bawah o Hibua Lamo.
Di bawah Hibualamo, seseorang atau sebuah suku akan dibimbing menuju sumber-sumber pemikiran dan kearifan.
Di Gura, pada masa-masa awal pernah dibangun sebuah bangsal yang besar untuk maksud-maksud Hibualamo.
Hoana Lina telah ditentukan untuk menjadi pimpinan suku-suku. Hoala Lina
yang menuntun suku-suku yang lain untuk pertama kali keluar dan Telaga
Lina menuju ke pemukiman di tepi pantai.
Karena bimbingan Hoana Lina mempunyai arti begitu penting bagi kesatuan
suku-suku yang lain, maka ia juga diberi nama o hoana momole, yang
berarti tidak mengenal takut atau pemberani.
O hoana momole selalu diutamakan, bersikap jantan dan suka menerima
kebaikan, sekalipun datang dari orang-orang muda atau
pendatang-pendatang baru yang tiba atau bergabung. Lina atau Modole
selalu terdepan, bahkan selalu pada nomor urut satu, karena dalam segala
sesuatu ia selalu mempeloporinya, dan semangat kesukuannya (wongemi)
selalu dipanggil dengan “yang pertama”.
Pada masa Tobelo lama, juga ketika masih berada di teluk setelah
meninggalkan Telaga Lina, Lina atau Modole adalah suku pertama yang
membakar pemukiman Gamhoku (negeri yang terbakar) kemudian berpindah ke
Gamhungi (negeri yang baru) sebagai tempat kediaman baru. Pemukiman baru
di Gamhungi meliputi hampir semua hoa, dan tiap hoa mempunyai pimpinan
tersendiri. Kepala persekutuan atau wali komunitas mereka disebut
Hangaji.
Kepala komunitas tertinggi adalah dari Hoa Lina atau Modole. Pada tiap
sub-komunitas dipimpin oleh seorang Hukum, yang membawahi seseorang atau
beberapa Kimalaha. Desa atau kampong dipimpin seorang dimeno atau yang
tertua (Ternate = mahimo) untuk mengisi tugas-tugas yang dibebankan
kepada kimalaha.
Di samping bentuk-bentuk pimpinan tersebut, pada orang-orang Tobelo juga
dikenal adanya jabatan pimpinan kimalaha, yang mengikuti struktur
pemerintahan pada kerajaan Ternate seperti ngofa manyira (putera
tertua). Tetapi pada komunitas Tobelo perangkat-perangkat sejak abad
ke-17 sudah tidak dipakai lagi.
Perangkat ngofa manyira pada struktur pada struktur pemerintah Ternate
yang diadopsi oleh Tobelo hanya digunakan oleh orang-orang Tobelo yang
berdomisili di Kao. Tobelo juga mengadopsi jabatan Kapita atau Kepala
Angkatan Perang dari Ternate. Institusi ini kemudian tak digunakan lagi
hingga 1941, tetapi ketika Jepang menyerbu Indonesia, jabatan Kapita
kembali dipakai.
Ketika lembaga Hangaji mulai diremehkan pemerintah colonial Belanda,
maka orang-orang Tobelo memandangnya sebagai suatu pelecehan terhadap
adat. Reaksi pun timbul di kalangan orang-orang Tobelo, baik yang
bermukim di daerah-daerah lain seperti di Kao, Gane, Bacan, dan Morotai.
Orang-orang Kao juga terdiri dari empat Hoana (Soa) masing-masing
Boenge, Tunnai, Sajeruru dan Madong. Di antara sejumlah sub-hoana
tersebut yang terbesar adalah sub-hoana Boenge. Sub-hoana Boenge tidak
disebut sebagai hoana karena jumlah terbesar, jika ditanya hanya
menyebut diri dan sub-hoana mereka sebagai o Tobelohoka atau orang-orang
Tobelo. Bahkan kadang-kadang mereka menyangkalnya dengan menyebut diri
mereka “Saya bukan orang Boenge! Saya orang Tobelo!”.
Orang-orang Tobelo Boenge setelah keluar dari Telaga LIna, mereka jarang
kita temukan hidup secara bersama-sama dalam satu pemukiman seperti
orang Tobelo yang sebenarnya, tetapi masih terpencar di sekitar Sungai
Mede di Tobelo Utara. Tiap hoana mengambil tempat tinggal secara
terpencar sepanjang sungai. Antara satu desa dengan desa lain sepanjang
sungai kadang harus ditempuh berjam-jam lamanya.
Pada ibukota Kecamatan Kao, misalnya, penduduk Tobelo seberanya
berjumlah sedikit; keberadaan mereka lebih banyak disebabkan oleh
peringkat dari pimpinan, di mana Hangaji Boenge menempati peringkat
teratas.
Pada orang-orang Tobelo-Kao, Hoana atau Soa berarti pembagian dalam
kelompok-kelompok yang saling mengisi ketimbang orang-orang Tobelo asli,
sebab pembagian berasal dari berbagai hoana yang berbeda. Pada Boenge
Kau, suatu hoana berarti sebuah pemecahan terhadap kepemimpinan yang
telah ada. Dari sini diperoleh Hoana Hangaji, Hoana Hukum, Hoana Ngofa
Manyira, Hoana Kimaloa, Hoana Madong, yang terdapat dalam sebuah Hoana,
Kimaloa dan Mahimo –dimana masing-masing hoana mempunyai semangat
kelompok.